.

.

Kamis, 05 Februari 2015

IDE BISNIS SUKSES USAHA DISTRO

Masih berusia relatif muda tidak menghalangi seseorang untuk meraih kesuksesan. Justru sebaliknya, lewat kreativitas dan motivasi yang tinggi untuk menjadi pengusaha sukses, Dicky Sukmana berhasil mendirikan dan membesarkan usaha pakaian distro dengan merek Invictus di Bandung, Jawa Barat.

Laki- laki berusia 36 tahun ini menjual koleksi pakaian seperti kaus, jaket, dan kemeja dengan desain yang sederhana. Gerai pertama Invictus mulai resmi dibuka pada tahun 2003.

Lokasinya berada di jalan Sultan Agung, Bandung, Jawa Barat. Tren kaus distro yang menjamur di Bandung di kala itu membuat Dicky terpacu untuk mengadu peruntungan di bisnis ini.

Meski sudah cukup lama berdiri, namun pria berkepala plontos ini enggan membuka cabang baru untuk menjajakan produk Invictus. Dia beralasan, lebih mudah mengembangkan bisnis dengan bekerjasama melalui distributor.

Saat ini dia sudah bekerjasama dengan lima distributor yang tersebar dibeberapa kota seperti Bali, Makassar, Jakarta, dan Surabaya.

Produk Invictus selama ini lebih dikenal sebagai brand pakaian. Tetapi dia juga menjual pernak-pernik fesyen lainnya, mulai dari topi, tas, dompet, hingga aksesori lainnya.

Pangsa pasar konsumennya di rentang usia 18 tahun hingga 35 tahun. Harga jual produknya, terutama kaus berkisar Rp 100.000 per potong.

Dicky saat ini sudah bisa memproduksi sekitar 1.000 hingga 2.000 barang untuk memenuhi seluruh permintaan di wilayah Bandung dan beberapa kota besar lainnya. Sehingga, dalam sebulan dia bisa mengantongi omzet hingga menyentuh Rp 100 juta, bahkan lebih.

Untuk kegiatan produksi, Dicky dibantu oleh tujuh karyawan tetap dan beberapa karyawan kontrak seperti untuk tukang jahit dan sablon.

Dia bilang, produk yang dia buat memiliki perbedaan dengan produk distro pada umumnya ketika awal mula menjalankan bisnis clothing ini. Pada tahun 2003 kebanyakan produk distro di Bandung menggunakan konsep full desain.

Tapi, Invictus lebih memilih untuk menggunakan desain yang lebih sederhana. Misalnya, hanya dengan membubuhkan satu kata di atas kaus seperti kata Jumat atau Senin. "Saya suka desain yang sederhana sehingga saya tidak pernah menargetkan semua pengunjung akan suka," kata pria asal Bandung ini.
Selain mendirikan usaha distro, Dicky juga memiliki usaha lain. Di antaranya dia menjadi salah satu pendiri website pembayaran online bernama ipaymu.com pada 2011.

Dia juga dipercaya sebagai creative director di salah satu perusahaan konsultan pemasaran bernama Marketbiz Media Digital Marketing Consultant.

Dicky juga mendirikan majalah kreatif dan fesyen bernama Suave Magazine. Tidak hanya itu, dia juga membuat aplikasi 'infobandung' yang memuat informasi yang berhubungan dengan Bandung. Infobandung juga tersedia di media sosial Twitter. Satu lagi, lewat ide kreatifnya, Dicky juga menjadi salah satu penggagas KickFest. Ini adalah festival tempat berkumpulnya para para pengusaha dan komunitas clothing lokal dan distro.

IDE BISNIS SUKSES BUKA RESOR

Karakter yang nyentrik dan dekat dengan alam mendorong Roby Tjahyadi memilih bisnis resor berkonsep back to nature. Resornya kini tersebar di Bandung dan yang terbaru di Ubud, Bali. Kali ini dia memadukan konsep resor di tengah sawah dengan desa seniman yang bakal menyajikan nuansa Bali seutuhnya.

Senyentrik nama panggilannya, Bob Doang. Lelaki itu tampil sederhana dan nyentrik dengan rambut panjang yang diikat. Saat pertama kali Investor Daily bertemu sekitar dua tahun lalu dan kemudian bertemu kembali dengannya baru-baru ini, tak ada yang berubah dengan dirinya. Masih tampil sederhana, dengan rambut panjangnya yang diikat. “Saya memang dekat dengan alam. Mungkin saya terbentuk dari banyaknya orang yang tak peduli dengan alam,” kata Bob seperti dilansir Investor Daily.

Kecintaan pada alam sudah melekat saat ia muda. Dan itu terus tertanam saat ia terjun ke dunia bisnis resor berkonsep alam. “Waktu bikin Resort Imah Seniman di Lembang yang berkonsep hutan, tak ada satu pun pohon yang ditebang, seperti pinus dan mahoni,” cerita Bob yang memulai bisnisnya dengan membuka toko celana jeans Sapu Lidi di Cihampelas, Bandung hingga kemudian menjaid trend setter bisnis jeans di kota itu.
Imah Seniman, kata Bob adalah reso berkonsep hutan dan ditujukan bagi para tamu yang ingin berlibur sembari membuat karya seni. Inspirasi alam juga ia terjemahkan ketika membuat Resort Sapu Lidi, juga di Bandung. Resor itu begitu asri dengan pepohonan rimbun dan danau kecil yang eksotis.

Tak hanya peduli pada lingkungan, Bob yang memiliki filosofi menikmati hidup dengan berbagi itu, juga peduli pada masyarakat sekitar resor- nya. Kepedulian itu ia tunjukkan pada resor t terbarunya, Sapu Lidi Ubud, Bali. Resort berlokasi di Pengosekan, Ubud, Bali itu memadukan konsep alam dan desa seni. “Resort berada di tengah sawah dan dekat dengan perkampungan sekitar yang dibuat menjadi desa seni sehingga nantinya para tamu akan mendapatkan nuansa Bali seutuhnya,” ungkap Bob yang telah melakukan soft launching Sapu Lidi Ubud pada Februari 2013.

Uniknya, resor yang terdiri atas 80 kamar dan 40 vila itu memiliki nama kamar atau vila yang unik. Ada kamar yang diberi nama Tingklak (congklak). Saat tamu datang, akan ada anak desa bermain congklak, lalu anak itu akan memberikan welcome drink kepada tamu. Tema lukisan, akan ada anak melukis. “Ini konsep yang berbeda, karena tamu selain ingin resor bernuansa alam, juga ingin ada kegiatan yang bernuansa desa seniman,” tutur Bob, kelahiran Bandung, tahun 1958.

Karena itulah, pada resor seluas 7 ha ini, Bob pun menerapkan filosofi berbaginya. Ia hidupkan kegiatan budaya dan berkesenian langsung di rumah-rumah penduduk. Penduduk bisa membuat lukisan, seni ukir, atau patung. Sementara para ibu bisa membuat kuliner khas Bali. “Kami ingin berbagi dengan masyarakat Ubud yang budayanya kuat dengan ikut melibatkan mereka sehingga pendapatan mereka juga meningkat. Ini yang ingin saya pertahankan dan tempat-tempat wisata akan termanage dengan baik sehingga bisa terus berkembang,” papar Bob.

Menariknya, resor ini juga menganut konsep hijau dengan meminimalisasi sampah plastik. Sementara sampah organik akan dibuat pupuk. Memang, kata Bob, dibutuhkan strategi dan manajemen agar konsep ini bisa berkesinambungan. “Karena itu manajemen harus bisa meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendatangkan tamu yang berpeluang membeli hasil kerajinan atau menonton pertunjukan seni mereka.  Nah, penduduk pun harus fokus dengan kegiatan berkeseniannya. Kalau ini berjalan, maka turis pun akan dapat nuansa Bali sesungguhnya,” tegas Bob.

Diakuinya, ini bisnis berinvestasi besar. “Karena itu saya juga akan mencari investor,” ujar dia. Desa seni sedang dalam persiapan, tinggal sinkronisasi saja. Target semuanya selesai pada September 2013. Bisnis resor juga berarti tak jauh dengan bisnis kuliner. Pada 2013, Bob juga membuka restoran bernama Bebek Nonggeng di Teges, Ubud. “Konsepnya macam-macam bebek, dari goreng, bakar, hingga masak, termasuk Bebek Betutu. Konsep bangunan terdiri atas empat bangunan yang masing-masing dikelilingi air, tetapi tidak seperti danau,” tutur dia.

Bisnis ini rupanya menjadi penyaluran hobi masak Bob. Seluruh menu yang ditawarkan di resort-nya adalah kreasinya. Salah satunya adalah masakan yang dimasak pakai air kelapa. Iya juga menciptakan menu ikan bakar yang berbeda, yaitu ikan segar dibaluri bumbu-bumbu, dibungkus daun, lalu dibakar. “Saya memang suka menciptakan menu sendiri dan semua menu di resor Sapu Lidi, adalah kreasi saya,” tutup Bob. (as)

IDE USAHA SUKSES BISNIS BENGKEL

Banyak orang sukses lahir berkat ketidakberdayaan pada masa lalu. Heri Cahyono, salah satunya. Jalan hidupnya yang keras, justru, menjadi cambuk untuk menguatkan tekad dan semangat meraih sukses. Heri kecil yang biasa membantu orangtuanya dengan mencari kayu bakar, kemiri dan hasil hutan lainnya ini, telah menjelma menjadi pengusaha bengkel sukses dengan omzet miliaran rupiah per bulan.

Berhasil lulus dari STM Negeri Malang jurusan mesin, menjadi kebanggaan tersendiri bagi Heri. Maklum, dengan kondisi yang serba terbatas, Heri sadar akan besarnya pengorbanan kedua orang tua untuk membiayai sekolah. Meski kemudian dia pun harus mengubur mimpinya untuk bisa kuliah.
Tak mau lagi bergantung pada orang tua, Heri berniat segera kerja. Namun, pekerjaan tidak langsung menghampirinya. Heri pun lantas menjadi tukang ojek di Malang. Selanjutnya, pekerjaan mengelas yang ia pilih, sesuai dengan pendidikannya.

Saat menjadi tukang las itu, sekolahnya memberi informasi program beasiswa dari Vocational Education Development Center (VEDC), sebuah lembaga pendidikan kerjasama antara Indonesia dan Swiss untuk berbagai disiplin ilmu, termasuk otomotif.  Heri melamar untuk bidang spooring dan balancing,  serta berhasil lolos. “Saya mengalahkan kandidat dari seluruh Indonesia,” kenang dia.

Selesai masa pendidikan dan magang, VEDC menyalurkan Heri bekerja di bengkel di Jakarta. Selama lima tahun, dari 1995 hingga 2000, dia menekuni pekerjaan tersebut, hingga menduduki posisi tertinggi sebagai kepala bengkel.

Selama bekerja, tak lupa, Heri menyisihkan penghasilan untuk  mewujudkan mimpi melanjutkan sekolahnya. Lantas, pria kelahiran Malang ini mengambil diploma tiga (D3) manajemen bisnis di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan.

Setelah merasa punya cukup pengalaman di bidang spooring dan balancing, tebersit keinginan Heri untuk berwirausaha. Dia menggandeng dua orang temannya untuk mengumpulkan modal. “Masing-masing setor Rp 5 juta, hingga terkumpul Rp 15 juta,” ujar dia.

Dengan modal itu, Heri membeli mesin spooring dan balancing. Gerai pertamanya yang menumpang di toko ban mobil milik kenalannya, dibuka di Cirendeu, Ciputat, pada 2000. “Kami bekerjasama dengan sistem bagi hasil dengan pemilik toko,” terang Heri.

Namun, merintis usaha sendiri, ternyata, tidak semudah bayangan Heri. Selama tiga bulan pertama, tak ada keuntungan sama sekali. “Saya seperti puasa. Jika ada pemasukan, hanya cukup untuk menggaji satu karyawan,” kenang pria yang kini berusia 39 tahun ini.

Dari situ, dia terus menggali ide untuk meningkatkan usahanya. Lantas, dia berpikir untuk menawarkan jasa spooring dan balancing ke bengkel-bengkel lain. Berkat layanan yang memuaskan, jasa bengkel Heri menyebar dari mulut ke mulut.

Setelah namanya cukup terkenal, Heri pun memberanikan diri menawarkan jasa spooring dan balancing ini ke bengkel-bengkel resmi milik agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan diler. “Waktu itu, mereka belum fokus memberikan layanan spooring dan balancing, karena selalu dialihkan ke pihak ketiga,” terang dia.
Kembali, bapak dua anak ini berkeliling menawarkan jasanya ke bengkel resmi ATPM itu. Akhirnya, satu per satu bengkel ATPM pun memakai jasa Heri. Hingga kini, bengkel ATPM dan diler yang terikat bekerja sama dengan PT Heriromadiali, nama perusahaan Heri cs, adalah Auto 2000, Astra Daihatsu, Nasmoco, Tunas Group, Nissan, Honda Mobil, Astra Isuzu, Plaza Toyota, Hyundai, dan lainnya. Total jenderal, Heri, saat ini, memiliki 140 gerai bengkel spooring dan balancing, yang tersebar hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia.

Tak berhenti di situ, untuk membuat kantongnya makin tebal, Heri juga membuat bengkel-bengkel umum sejak 2006. Kini, ada enam bengkel umum yang merupakan milik Heriromadiali. Sampai saat ini,  Heri masih menjalin kerja sama dengan kedua orang temannya. Kemudian, dia juga membuka sebuah bengkel milik sendiri, termasuk dua buah bengkel spesialis AC.

Selain itu, karena memandang bengkel ini sebagai bisnis yang berisiko tinggi, Heri juga membangun sebuah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Malang. “Jumlah karyawan saya sudah mencapai 450 orang, sehingga saya harus berpikir untuk mencari usaha yang  berisiko rendah, sebagai penyeimbang,” tutur dia.

Kini, dengan bisnis bengkel spooring dan balancing ini, saban bulan, Heri bisa mengantongi omzet hingga Rp 4,5 miliar. Ke depan, dia sedang mempersiapkan rancangan autopilot untuk semua usaha-usahanya. “Saya ingin, semua usaha ini bisa bertahan hingga puluhan tahun,” ujarnya. (as)

IDE USAHA SUKSES TRAVEL HAJI DAN UMROH

Keberanian memilih usaha yang cukup menantang diambil Hamimzar. Pria kelahiran Bone, 27 Juli 1971 ini nekat memilih bisnis jasa Biro Perjalanan Wisata, Haji dan Umroh yang mulai di buka pada 2005. Usaha tersebut merupakan usaha bidang jasa yang tidak memiliki wujud, sehingga butuh tenaga ekstra saat awal memulai usaha tersebut.
"Awalnya saya pinjam uang dari teman sekitar Rp5 juta, sebagai modal awal kami. Kemudian, saya dan istri saya memulai usaha ini dengan empat orang karyawan," ungkapnya.

Hamimzar mengakui sangat sulit memulai usaha ini, sebab dia harus melakukan pengenalan, dan berusaha untuk bisa mendapatkan kepercayaan dari warga agar bisa memilih jasa Biro Perjalanannya tersebut.
Lewat label perusahaan PT Pandi Kencana Murni, pria yang memiliki tiga orang anak ini, kemudian memperkenalkan jasanya 'head to head' yang dimulai dari teman-teman dekatnya, dan menggunakan jasa iklan, serta melalui teman-teman di PSBM tersebut.

Dia mengatakan, menggarap pasar kalangan menengah ke atas membutuhkan modal yang lumayan dan kerja keras, semangat, serta dukungan dari keluarga. Dalam tenggang waktu tiga tahun, dia melakukan kerja ekstra. Berkat kegigihanya, dia berhasil melewati itu semua.

Hingga melakukan ekspasi yang saat ini sudah ada sembilan cabang, yakni Lampung, Palembang, Makassar, Kendari, Palu, Jawa Barat, Banten dengan kantor pusat di Jakarta.

Meski sudah keluar dari tiga tahun pertama yang terbilang cukup berat, dia kemudian harus berhadapan dengan badai krisis moneter pada 2008, namun hal itu tidak membuatnya goyah. "Saya menggunakan prinsip bertahan saat krisis dan ekspansi disaat ada peluang," ujarnya seperti dilansir Sindonews.

Kenapa memilih bisnis tersebut? Hamimzar mengaku meskipun modal nekat dengan dana Rp5 juta dari hasil pinjaman saat itu, dia tetap melakukan survei pasar. Terutama di kota-kota yang sudah di buka cabang termasuk Makassar, dinilai sebagai kota yang memiliki potensi di bidang biro jasa tersebut.

Terutama Makassar, dia menilai akan menjadi seperti Singapura. Saat ini, omzetnya sudah mencapai Rp100 miliar per tahun dan laba Rp5 miliar per tahun dengan jumlah karyawan 95 orang. Untuk mencapai omzet tersebut, dia berprinsip dalam berusaha harus amanah, jaga professional, menjaga kepercayaan masyarakat, professional dan inovatif. "Itulah kunci sukses dalam menjalankan bisnis," ujarnya.

Hingga kini, kendala banyaknya persaingan karena banyak biro perjalanan dari luar negeri. Namun dia mengaku harus tetap bertahan dan juga lain yang dihadapi adalah sumber daya manusia. Di mana masih kurang yang memiliki latar belakang di dunia pariwisata.

Sementara, keuntungan dari wisatanya ini yakni di wisata umum, yang memang marketnya spesifik seperti wisata, umroh dan haji. Namun, yang paling banyak permintaan adalah umroh dan haji. Saat ini, Hamimzar sudah menjangkau usaha domestik dan internasional berupa produk, ticketing, dan tour internasional. (as)